Rabu, 08 Februari 2012

Damailah Remaja Baliku

Kenakalan Remaja Tinjauan Psikology Hukum.
Belakangan kasus kenakalan remaja marak di media massa bahkan sampai ke you tube, seperti kasus terakhir yang terjadi di Bali,  yang hanya memperkarakan kekurangan pengembaliaan uang pinjaman beli sim card. Kiki Ariyani (15), korban dalam video kekerasan yang dilakukan oleh geng motor Cewek Macho Performance (CMP) kini diperiksa intensif oleh aparat Polresta Denpasar. Kiki dijemput di rumahnya oleh seorang polisi, Selasa (7/2/12) sekitar pukul 17.00 Wita kemarin, untuk menjalani pemeriksaan di Mapolresta Denpasar.
Kenakalan remaja menurut Paul Moedikdo,SH adalah :
  1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
  2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan keonaran dalam masyarakat.
  3. Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.
Sedangkan gejala kenakalan remaja dapat di lihat tanda-tandanya pada anak-anak remaja seperti:
Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga anak tersebut menyendiri. Anak yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi. Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau di sekolah. Menghindarkan diri dari tanggung jawab biasanya karena anak tidak menyukai pekerjaan yang ditugaskan pada mereka sehingga mereka menjauhkan diri dari padanya dan mencari kesibukan-kesibukan lain yang tidak terbimbing. Anak-anak yang sering mengeluh dalam arti bahwa mereka mengalami masalah yang oleh dia sendiri tidak sanggup mencari permasalahannya. Anak seperti ini sering terbawa kepada kegoncangan emosi. Anak-anak yang mengalami phobia dan gelisah dalam melewati batas yang berbeda dengan ketakutan anal-anak normal. Anak-anak yang suka berbohong. Anak-anak yang suka menyakiti atau mengganggu teman-temannya di sekolah atau di rumah. Anak-anak yang menyangka bahwa semua guru mereka bersikap tidak baik terhadap mereka dan sengaja menghambat mereka. Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian.
Tindak kekerasan pada anak remaja bisa berdampak terhadap penyimpangan perilaku anak itu sendiri. Sebutlah seperti anak menjadi pendiam, menyimpan amarah, dendam dan sakit hati, serta kebencian. Berbagai fenomena tersebut masih terus terjadi karena adanya paradigma yang keliru pada masyarakat kita. Anak masih saja dianggap tidak memiliki hak, Sudah saatnya orangtua menyadari bahwa anak-anak pun memiliki hak asasi, seperti halnya manusia dewasa lain yang juga harus dihargai.

Dampak kekerasan pada anak dan perempuan adalah stigma buruk yang melekat pada korban diantaranya, Pertama, Stigma Internal yaitu, Kecenderungan korban menyalahkan diri, menutup diri, menghukum diri, menganggap dirinya aib, hilangnya kepercayaan diri, dan terutama adalah trauma sehingga seperti halnya perempauan tidak mau lagi berkeluaraga setelah dirinya trauma menerima kekerasan dari suaminya. Kedua, Stigma Eksternal yaitu, kecenderungan masyarakat menyalahkan korban, media informasi tanpa empati memberitakan kasus yang dialami korban secara terbuka dan tidak menghiraukan hak privasi korban. Selain stigma buruk yang melekat pada korban, kejahatan pada anak dan perempuan juga dapat menghancurkan tatanan nilai etika dan social seperti halnya dampak buruk dari human trafficking.

Melihat buruknya perlindungan terhadap anak, maka hak-hak anak perlu ditegakkan, antara lain hak untuk hidup layak, tumbuh dan berkembang optimal, memperoleh perlindungan dan ikut berpartisipasi dalam hal-hal yang menyangkut nasibnya sendiri sebagai anak. Sebenarnya, hak anak telah diatur dalam Konvensi Hak Anak, yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia pada tahun 1990, disusul disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di dalamnya dicantumkan berbagai sanksi bagi pelanggaran hak anak.
Bahkan, pada Pasal 80 UU Perlindungan Anak tersebut, orangtua diposisikan pada garda paling depan bagi upaya perlindungan anak. Oleh karena itu, tidak aneh bila sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap anak akan ditambah sepertiga jika yang melakukan kekerasan adalah orangtuanya sendiri. Ironinya, kenyataan yang ada justru umumnya para orangtualah pelaku tindak kekerasan terhadap anak-anak mereka.


Untuk mencegah dan menghentikan kekerasan pada anak dan perempuan dibutuhkan beberapa pendekatan diantaranya, pendekatan individu, yaitu dengan cara menambah pemahaman agama, karena tentunya seorang yang mempunyai pemahaman agama yang kuat akan lebih tegar menghadapi situasi-situasi yang menjadi factor terjadinya kekerasan.
Pendekatan sosial melingkupi pendekatan partisipasi masyarakat dalam melaporkan dan waspada setiap tindakan kejahatan, terutama human trafficking. Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan baik secara pisik atau kejiwaan, juga memberikan penyuluhan terhadap orang tua tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar.
Dan terakhir adalah pendekatan hukum, tentunya yang bertanggung jawab masalah ini adalah pemerintah untuk selalu mencari dan menanggapi secara sigap terhadap setiap laporan atau penemuan kasus kekerasan dan kejahatan dan menghukumnya dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Salut untuk tindakan sigap Kapolresta Denpasar Kombes Pol I Wayan Sunartha menepati janjinya akan mengusut tuntas kasus ini meski belum ada laporan dari korban. "Meski tidak ada laporan kita akan usut kasus ini," tegas Sunartha  Kini kasus ini telah ditangani oleh unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polresta Denpasar. Sampai malam ini korban masih menjalani pemeriksaan intensif di Mapolresta Denpasar. Semoga kedamaian selalu melingkupi Bumi Bali tercinta dan remajanya.
Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar